Wednesday, April 23, 2008

Deja-Vu

Beberapa hari yang lalu, seorang temen SMU yang udah lama banget ga pernah kontak mendadak menyapa di MSN. Dasar manusia selalu berprasangka, pikiran pertama yang hinggap di pikiran adalah “wah, pasti ada apa-apanya nih. Ga mungkin dia cuma ngajak chat untuk sekedar tanya-tanya kabar atau haha-hihi doang”. Untungnya, saya nggak salah berprasangka kali ini karena prasangka saya terbukti ada benernya. Dia sedang punya masalah dengan X, cowoknya yang sudah dipacari sejak kelas 3 SMU. (gila, banyak juga ternyata orang yang betah pacaran lama-lama sama orang yang sama. Ga bosen apa ketemu orang itu-itu doang tiap hari? Hehehe sotoy =). Dengan sotoynya lagi, saya bilang kalo dia hebat banget bisa bertahan selama 4 tahun pacaran sama The coldest and scariest person ever, si Mr. X. Ohhh betapa salahnya kalimat ini, karena ternyata itulah akar dari semua permasalahan temen saya tercinta.

From the beginning, I told her that maybe she couldn’t get any useful suggestion from me, but I was all ears if she still wanted to tell her story. Mulailah curhat standard sesama cewek yang pernah begitu deket jaman semuanya masih indah, tapi sekarang cuma dua orang asing yang kebetulan bertemu di MSN. Well, sometimes it’s easier to talk to a stranger than to someone you know, rite? Masalahnya, selama 4 tahun ini dia merasa Mr. X ga pernah serius menganggap dia ceweknya. Dia nggak pernah bilang “aku sayang kamu”, selalu lupa tanggal jadian mereka, ngga pernah ngasih cokelat valentine, dsb dsb. Yah, saya bisa bilang kalo itu wajar. Cowok nggak sepeka cewek dalam mengingat-ingat hal ga penting kaya begitu (saya termasuk kategori cewek cuek yang nggak pernah inget begituan juga. Tahunya cuma bisa terima coklat valentine tanpa pernah memberi balik =D tapi saya seneng lho dikasih coklat hehehe).

So I told her for not thinking anything stupid, karena dia adalah cewek yang udah berhasil menaklukan the coldest and scariest Mr. X, yang dulu terkenal di SMA saya (yang isinya cewek semua) dengan reputasinya yang anti cewek. Jangan salah, dia sama sekali nggak kemayu (kalau kemayu dan anti cewek bisa jadi dia gay). Lalu saya ajak dia untuk mengingat-ingat poin-poin si Mr. X yang bagus, yang bikin dia jatuh hati dulu. Dia bilang, si X ini bener-bener macho dan keren. Orang yang bisa diandalkan dalam segala situasi, berjiwa kepemimpinan, pinter, atletik, sekarang udah kerja di salah satu perusahaan terkemuka di Jakarta, udah deh pokoknya menantu idaman. Saya setuju, karena si Mr x yang saya kenal dulu memang begitu orangnya. Ortu masing2 juga sudah tau dan sudah merestui hubungan mereka. Those things left me in question about what is not working? Kalau cuma masalah nggak inget hari valentine atau lupa tanggal jadian kan biasa, bukan masalah besar lah.

Dia makin bersemangat mengetik. Ternyata, si Mr X ini bukan hanya dingin dan pelit dalam berkata-kata gombal, dia juga dingin dan pelit dalam menunjukkan lewat sentuhan, ciuman, pelukan, ato gandengan tangan. Pokoknya selama 4 tahun masa pacaran mereka, Mr X nggak pernah berubah. Kalau mereka berjalan di publik, mereka jarang sekali bergandengan tangan. Mereka ciuman pipi hanya kalau akan berpisah saja. Ciuman yang lain saya nggak tahu dan nggak mau tahu hehehe. Moreover, sifat-sifat Mr X yang nyaris sempurna (macho, leadership talent, athletic, masa depan cerah, dsb) ditambah sifat dinginnya, adalah kombinasi yang mematikan. Kombinasi ini menyebabkan teman saya merasa insecure, merasa inferior, dan terjebak. Insecure karena dia tidak pernah bisa menebak apa yang ada di pikiran Mr X, inferior karena dia merasa Mr X terlalu bagus dan dia terlalu jelek, dan terjebak karena semua orang terus menerus berkata betapa beruntungnya dia. Dia merasa banyak orang yang merasa terkhianati kalau sampai dia merasa nggak puas dengan hubungan mereka yang tampaknya sangat sempurna. Dia nggak bisa membayangkan bagaimana caranya bertahan begitu terus untuk waktu yang amat sangat lama (kalau suatu hari nanti mereka married). Oh ternyata begitu.

Saya bertanya apakah dia sudah pernah mencoba mengkomunikasikan masalah ini ke Mr X; apakah dia pernah menunjukkan pada si X kalau dia haus belaian (astaga bahasanya). Pertanyaan yang salah ternyata, sodara-sodara. Karena dia tidak berani mengatakan ini. Dia sudah berusaha mengambil langkah pertama dengan menggandeng tangan, memeluk duluan, dsb, tapi tanggapannya selalu tidak memuaskan. Selalu dijawab dengan “apaan sih kamu?”, atau “manja banget sih!” atau jawaban-jawaban lain yang serupa. Untuk langsung mengkonfrontasi, dia tidak berani (bisa dibayangkan. Si Mr X ini bener-bener menyeramkan). Dia bilang “I should have known when we were still trying to know each other. I should have seen the sign because he was already like that since the beginning. I thought he would change once we were in a relationship, but apparently not.”Sebenernya dalam hari saya mulai berpikir kalo si Mr. X ini mungkin emang beneran gay. Saya simpan pikiran ini dalam hati saja karena kulit saya belum setebal badak sampai berani bilang terang-terangan. Saya menyesal karena tidak bisa memberi saran lebih jauh. So I bade her goodbye and good luck with solving her problem.

Cerita saya tampaknya sudah berakhir dan anda masih bertanya-tanya dimana Deja-Vu nya? Saya terdiam dan merasa mengalami Deja-Vu karena sekarang saya juga kebetulan dekat dengan seseorang yang sangaaat mirip dengan Mr. X, sebut saja Mr. Y (wah lama-lama mirip cerita kriminal di Detik.com, pakai inisial semua hehehe). Orang yang perfect, atletik, pinter, dari keluarga baik-baik, mapan, tapi dingin seperti es. Saya juga berpikir bahwa siakpnya akan berbeda dengan cewek yang sudah jadi pacarnya, but who the hell knows? Yang jelas saya yakin dia bukan gay =D. Persamaan kedua, saya juga tidak berani mengatakan langsung pada si Y kalau saya pengen digandeng, dipeluk, etc. Saya even ga berani mengambil langkah duluan karena rasanya si Y ini egonya mengalahkan luas samudra Pasifik;COWOK YANG HARUS MULAI DULUAN. Resiko malu tidak sebanding dengan tindakan itu. Banyak juga orang yang menghormati Mr. Y ini. Yang membedakan saya dan temen curhat saya ini hanyalah status. Saya bukan pacar Mr. Y dan saya tidak mengenal dia seperti temen saya mengenal Mr. X. Merasa senang karena ada teman senasib bukanlah poin saya.

The point is, I’m glad for knowing that I’m not the only girl who think that affection, hugs, kisses, and touch are necessary in showing the people that you like them. I’m glad for knowing that I’m not a maniac for wanting to be hugged and having my hands held. I’m glad for knowing that it’s probably okay for not brave enough to tell the people we like that we want to be hugged and having our hands held…

No comments: